SIAPA
SANGKA ?
Oleh: AJENG ARUM TIANSIH
Selasa siang selepas pulang sekolah,
murid kelas XII IPA 1 dan XII IPA 2 melakukan tes materi Bahasa Indonesia yang
telah diajarkan. Bisa dikatakan memperlancar materi pelajaran. Kami diperbolehkan
pulang setelah materi yang diteskan sudah lolos.
Saat itu cuaca terlihat mendung, dan
hujan pun turun saat kami tengah sibuk kesana kemari mencari pelatih untuk
mengetes diri lolos atau tidak. Tak terasa waktu berputar begitu cepat, satu persatu
murid tak lagi memperlihatkan batang hidungnya. Mereka memilih pulang walaupun
air hujan membasahi baju mereka. Aku dan beberapa teman satu kelasku menunggu
hujannya benar-benar reda, penantian kami diselingi dengan canda tawa oleh
pelawak kelas kami. Dia Jamaluddin Nasution. Ya dia orangnya usil dan dan suka
bercanda, kami selalu dihibur dengan canda tawanya yang konyol itu.
Kami tertawa lepas candaannya itu
sampai lupa waktu. Saat itu waktu telah menunjukkan pukul 16.38 WIB hujan belum
juga reda. Tetapi itu sudah sangat sore, mengingat rumahku yang begitu jauh.
Akhirnya, aku memutuskan untuk nekad pulang menembus rintikan hujan.
Aku mengajak Arif teman satu
kelompokku pulang. Mengingat rumahku tidak njauh beda jaraknya hanya beda
samping saja, dan ternyata ia pun juga akan pulang. Dia bergegas mengambil
sepeda motornya dan menungguku di gerbang.
Dia
memanggilku “Ajeng ayok katanya mau pulang?”
Aku
menjawab dengan suara agak keras ‘ Iya iya Rif, tunggu ya aku mau ngambil tasku
dulu”
Suara
Arif dari kejauhan “ Oke oke Jeng”
Aku mengambil tasku dan keluar
sambil berlalu dengan terburu-buru menuju parkiran dimana tempat aku
memarkirkan sepeda motorku. Lalu aku menyalakan sepeda motorku
“Cepat
jeng, kau duluan di depan” Kata Arif.
“Iya
Rif” Kataku
Dengan hati-hati aku menjajahi
jalanan aspal yang dipadati dengan kendaraan
yang lalu lalang. Wajar saja dijalanan ramai kendaraan, karena itulah
waktu dimana semua orang bergegas pulang kerumah setelah beraktivitas seharian
bekerja. Semua orang berebut untuk dulu-duluan menjajahi jalanan itu, tetapi
aku tetap dengan diriku dengan santai tapi pasti mengendarai sepeda motorku.
Arif tak jauh di belakangku, kira-kira berjarak 1 meter dari sepeda motorku. Ia
tetap setia mengiringi perjalanan pulang
sekolahku sore itu.
Selama di perjalanan bajuku basah,
dikarenakan rintik hujan yang kian lama menambah wattnya saja. Baju basahku
membuat badanku seakan menyentuh balok-balok es. Ditambah lagi dinginnya
semilir angin membuat bibirku menggigil. Aku berhenti di sebuah warung yang di
depannya terdapat pertamini. Aku berfikir hendak mengisi bahan bakar sepeda
motorku, karena kelihatannya temanku ini merasa haus setelah diajak berjalan
jauh menempuh jarak yang cukup jauh. Aku pun menyandarkan sepeda motorku dan
Arif berhenti tepat di depanku.
“Kenapa kok berhenti Jeng?, Tanya Arif”.
“Kenapa kok berhenti Jeng?, Tanya Arif”.
“Oh
iya Rif, aku mau ngisi bensin keretaku dulu Rif, kau duluan aja Rif”.
“Iya
Jeng , aku duluan lah yya Jeng, gak papakan Jeng. Kata Arif”.
“Gak
papa Rif, duluan lah hati-hati ya Rif”. Kataku.
“Oke-oke
Jeng”.
Tak lama penjual itu selesai mengisi
teng perut si sepeda motorku. Lalu aku menyodorkan uang dan bergegas pergi.
“Terima
kasih pak” (kataku pada penjual bensin tersebut).
“Sama-sama
nak, hati-hati’ jawab bapak itu.
Lalu aku pergi dan mengklekson
sambil tersenyum lebar pada bapak itu. Di jalanan aku tidak melihat Arif lagi.
Dalam hati aku bergumam “ Cepat sekali Arif yaa, sampek gak Nampak lagi”.
Dari kejauhan aku melihat
ramai-ramai jauh di depan sana. Mobil-mobil dan kendaraan roda dua seketika
berhenti, memadati badan jalan. Aku merasa takut, dan kukurangi kecepatan
kendaraanku. Aku bertanya kepada seorang kakak yang membawa anak bayinya yang
sebelumnya telah melewati keramaian itu.
“Kak,
itu ada apa kok rame kali?” Tanyaku dengan sedikit gugup.
“Itu
ada yang jatuh disana, makanya ramai dek”.
‘Oh
makasih ya kak”.
Kakak
itu langsung pergi meninggalkan aku yang tengah berhenti di tengah jalan.
Mendengar pernyataan itu aku dapat bernafas lega. Awalnya aku berfikiran bahwa
ramainya mobil dan kendaraan roda dua berhenti disana dikarenakan kegiatan
polisi yang sedang melakukan Razia. Tetapi dugaanku salah, ternyata ada orang
kecelakaan disana. Aku langsung menyalakan kendaraanku lalu menyusuri keramaian
itu. Dekat, semakin dekat, dan sangat dekat. Aku melihat seorang lelaki memakai
helm dan juga dengan jaket hitamnya. Dalam benakku aku mengenali lelaki
berjaket hitam itu lengkap denga helmnya. Dan kuhentikan kendaraanku tepat di
sampingnya. Ya aku memang mengenalinya, dan seketika aku tersentak kaget.
“Lah
Arif, kenapa kau? Astaga kok bisa kayak gini Rif?” Tanyaku.
“Tadi
ada mobil ngerem mendadak, jadi aku kaget. Ya nabrak mobil itulah aku jadinya
Jeng”. Jawab Arif.
“Lah
mobilnya sekarang dimana Rif?, Tanyaku”.
“Mobilnya
kabur itu kearah Firdaus sana Jeng. “Arif menjawab dengan suara yang mengecil.
Saat itu ia tengah menghubungi orang
tuanya dan menjelaskan semua yang telah terjadi. Orang-orang yang lalu lalang
pun menunjukkan rasa simpati kepada Arif. Sebab, juga ingin mengetahui kejadian
yang sebenarnya. Aku juga tidak banyak mengetahui detail tentang kejadian itu.
Dalam hatiku berkata” Syukurlah temanku ini tidak kenapa-kenapa”. Kulihat dia
juga tidak ada yang luka kelihatan baik-baik saja. Tetapi, sangat disayangkan
kendaraannya mengalami kerusakan yang cukup parah, sampek penyok begitu. Tapi
untungnya masih bisa nyala, nasib baik masih bersamanya kali ini.
Setelah beberapa menit jalanan pun
terlihat begitu lapang, sebab mobil yang berhenti telah melanjutkan
perjalanannya. Tinggallah aku dan Arif disana dan akhirnya kami pun pulang dan
berpisah di simpang yang berbeda. Di perjalanan dalam benakku berfikir kok bisa
ya Arif nabrak mobil itu, apa mungkin ada yang difikirkannya sampek dia nabrak
mobil. Tapikan itu udah na’as dia. Tidak ada yang mengetahui siapa yang
bersalah dalam kejadian ini. Karena saat itu mobilnya langsung pergi
meninggalkan Arif dengan kondisi yang seperti itu. Tanpa ada pembicaraan ini
itu, masalah itu pun dibiarkan berlalu begitu saja bagaikan air mengalir.
Keesokan harinya aku datang lebih
awal dari biasanya. Karena, ya biasanya disitu bel berbunyi aku baru masuk
pekarangan tempat parker. Dan kali itu aku seketika langsung mencari Arif,
namun ternyata dia tidak datang kesekolah. Aku bertanya kepada sekertaris kelasku.
“Selvi,
Arif gak sekolah ya, dia kenapa gak sekolah?”
“Dia
sakit jeng, jawab Selvi!”.
Setelah mendengar ucapan Selvi, aku
langsung menceritakan tentang semua kejadian yang menimpa Arif pada sore itu.
Semua tercengang kaget. Seorang teman dekatku member tahuku bahwa Arif setelah
kejadian itu merasakan sakit dikepalanya dan lebam di kakinya membuat ia tidak
sekolah. Dan bel pun berbunyi, kami dibariskan dilapangan untuk diberikan
arahan oleh pak TM. Setelah selesai bapak itu memberikan arahan kepada kami,
kami pun dibubarkan dan langsung masuk ke kelas masing-masing. Les pertama
pelajaran kami hari ini adalah Bahasa Inggris, salah satu temanku heran dan
berkata kepadaku
“Kenapa
ya? kita kan orang Indonesia kenapa harus belajar Bahasa inggris, ANEH!! Ucapnya
sambil tertawa menggelengkan kepalanya. Guru Bahasa inggris kami adalah ma’am
Ema, belajar sama ibuk itu sangat menyenangkan. Selalu diselingi dengan canda
tawa saat kami belajar, sehingga kami tidak mudah bosan. Tak terasa pun les
ibuk itu selesai, dan berganti mata pelajaran sejarah. Teman sebangku ku lagi
lagi bertanya dengan pertanyaannya yang aneh itu.
“Kenapa
kita harus belajar sejarah? Apalagi kita dituntut untuk mengetahui bagaimana
masa perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan tanah air. Kita kan waktu itu
belum lahir, kita pun mungkin masih diawang-awang. Manalah mungkin kita tahu!,
kata temanku itu dengan bangganya.
“Aku
pun menyangkal kata-katanya, kau itu aneh bin ajaib teman, ya justru itu kita
harus tahu semua sejarah bangsa Indonesia supaya kita itu tidak seenaknya saja,
kita juga harus mengingat dan meneladani sikap patriotism para pejuang bangsa
kita ini yang sudah mati-matian mempertahankan negeri tercinta kita ini dari
penjajah. Tujuannya karena kita sebagai generasi muda kitalah yang akan
berperan nantinya untuk mempertahankan dan mengolah negeri kita ini supaya
bagaimana bangsa Indonesia ini makmur dan terbebas dari kesengsaraan, dan dapat
bersaing dengan negara-negara tetangga.maka dari itu kita perlu mempelajari
sejarah karena juga untuk kebaikan kita kok. Untuk memotivasi kita lah
intinya”.
“Hem,
betul jugak katamu Jeng,” sambil tersenyum dan mengacungkan jempol kepadaku.
Lalu aku pun membalas senyumannya itu dengan wajah yang berseri-seri.
Tak lama pu bapak itu datang, eng
ing eng!! Semua murid diam ditempat duduknya masing-masing. Ya pak Fadli guru
sejarah kami, guru sejarah sekaligus guru BP di sekolah kami. Belajar sejarah
kami selalu presentase, setiap kelompok harus mempresentasekan hasil kerja
kelompoknya. Presentase kelompok kali ini sangat hancur dan berantakan. Awalnya
presentase berjalan dengan baik dan tenang, tetapi Saat pak Fadli membagikan
hasil ulangan sejarah minggu lalu semua murid sibuk denga kertas hasil ulangan
yang dibagikan pak Fadli. Satu persatu nama kami dipanggil, waduh dag dig dug
gak karuan. Tapi kami sangat kecewa dengan hasil ulangan kami yang gak
memuaskan ini. Kami ujian sejarah dibagi menjadi 2 kelompok. Aku kelompok A,
astaga nilai kelompok A rendah-rendah jauh dibawah nilai KKM. Tapi malah kelompok
B malah nilainya diatas KKM, kami kelompok A keheranan dan terus
bertanya-tanya. Tapi apa mau dibuat memang itulah nilai kami dan disitulah
kemampuan kami. Gak ada yang nyangka hal ini. Mau tak mau kami harus menerima
semuanya dengan lapang dada.Waktu terus berlalu dan proses KBM pun selesai.
Tapat pukul 14.00 WIB. Bell pun berbunyi dan semua murid pun pulang.
Diperjalanan hujan pun turun, dan saat itu aku mencari tempat persinggahan
untuk berteduh sampai hujan turun. Dalam benakku berkata” Padahal tadi cuaca begitu cerah, malah
sekarang hujan, memang semua hal yang terjadi bisa saja terjadi tanpa kita
sadari, kita hanya bisa melakukan yang tebaik”.
AJENG ARUM TIANSIH
SMA
NEGERI 2 RANTAU SELATAN
KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar